Kamis, 29 Januari 2009

Dari kami yang merindukan orang sepertimu......


"Tau nggak kenapa Pemerintahan Darurat RI Pernah dipindahkan ke Kota Bukittinggi Sumatera Barat, bukannya ke kota lain di indonesia.?"

"Nggak Tau, kenapa?"

"Soalnya biar tentara terjun payung Belanda takut ketusuk atap rumah orang Minangkabau saat terjun dari pesawat"

Lelucon tadi biasa saya gunakan saat mengantar tamu yang datang dari kantor pusat saat berkeliling di Sumatera Barat. Biasanya mereka terbahak mendengar lelucon ini atau hanya sedikit tersenyum simpul membayangkan tentara Belanda tertancap di ujung atap lancip rumah adat Minangkabau. Mungkin lelucon itu akan segera mereka lupakan dan jujur, saya sendiripun tidak tahu alasan kenapa pemerintahan Republik ini pernah dipindahkan ke Bukittinggi

Tapi belakangan ini saya tertarik untuk mempelajari sejarah tokoh-tokoh terkenal yang terutama berasal dari Sumatera Barat. Bukan saya tidak menghargai tokoh yang berasal dari daerah lain, tapi saya merasa harus lebih dahulu mengenal tokoh -tokoh dari Sumatera Barat.

Alasannya sederhana : Saya melihat setelah Bung Hatta meninggal pada tahun 1980 dan Buya HAMKA pada tahun 1981, praktis tidak ada lagi tokoh yang berasal dari Sumatera Barat yang muncul ke permukaan. Padahal banyak tokoh di jaman perjuangan kemerdekaan yang berasal dari Sumatera Barat, sebutlah ; Bung Hatta, Buya HAMKA, M.Natsir, Sutan Syahrir, Tan Malaka dan banyak lagi.

Sahabat saya pernah berkata ; "Dahulu orang Sumatera Barat dijaman itu terkenal dengan pemikirannya, sementara orang Jawa terkenal dengan keuletan dan kegigihannya. Saat keduanya disatukan, lihatlah kedahsyatan Dwi Tunggal Soekarno Hatta.

Nah, saat mereka berkolaborasi, simaklah perdebatan mereka tentang proses kemerdekaan ini : "Pendidikan Rakyat dulu, baru merdeka",pendapat Hatta. "Oh tidak! Merdeka dulu baru pendidikan",Soekarno ngotot "Jalan Bung akan tercapai kalau hari kiamat"tegas Soekarno memberi alasan.

Disitu kita melihat betapa Bung Hatta lebih mendahulukan pemikiran dan Soekarno langsung tanpa tedeng aling-aling dengan kegigihannya memaksa kemerdekaan lebih dahulu. Toh akhirnya Proklamasi Kemerdekaan dapat terwujud dengan mengkompromikan perbedaan keduanya.

Bisa jadi salah satu alasan kenapa orang Indonesia sekarang tidak maju-maju justru karena orang Minang kebanyakan sudah malas berpikir dan orang Jawa tidak gigih dan ulet lagi bekerja.

Setelah mengunjungi rumah kelahiran Buya HAMKA yang saya tulis pada artikel sebelumnya, saya lanjutkan dengan perjalanan ke rumah kelahiran Bung Hatta di kota Bukittinggi Sumatera Barat. Sebenarnya rumah kelahiran beliau ini hanya berjarak sekitar 100 meter dari rumah saya di Bukittinggi, tapi semenjak rumah itu dipugar,dijadikan museum dan dibuka untuk umum, baru pertama kali ini saya menginjakkan kaki kesana. Rasanya malu juga karena kesadaran itu baru muncul sekarang, tapi bukankah lebih baikterlambat daripada tidak sama sekali.?

Rumah kelahiran Bung Hatta ini terdiri dari dua lantai, seperti umumnya rumah museum, disini juga dipajang foto-foto perjalanan hidup, potongan berita koran, silsilah keluarga, salinan teks proklamasi serta perabotan kuno seperti mesin jahit dan sepeda tua.

Ada yang menarik dirumah ini yaitu kamar bujang ( anak laki-laki ) terpisah dari ruang utama rumah, saya perhatikan ada dua buah, 1 di pojok depan, satunya lagi di belakang rumah di samping dapur. Ini mungkin karena Masyarakat Minangkabau yang menganut faham Matrilineal, jadi laki-laki tidak diberi tempat di rumah utama, mereka biasa menghabiskan waktu di surau untuk mengaji dan belajar ilmu beladiri ( silat ). Kamar bujang ini biasanya hanya digunakan untuk mengganti pakaian dan menyimpan buku.

Satu lagi, dirumah ini juga ada kandang kuda Bendi / Delman. Maklumla, keluarga Bung Hatta termasuk terpandang di Bukiitnggi, itu sebabnya beliau bisa bersekolah waktu kecilnya. Tapi Bung Hatta terkenal rendah hati dan sangat membaur dengan masyarakat miskin daerahnya. Banyak kisah di sepanjang perjalanan beliau yang menggugah untuk disimak ; bagaimana beliau meskipun berada di pembuangan Bandaneira, beliau malah menggunakan waktunya untuk mengajar anak-anak Banda belajar baca tulis dalam bahasa Belanda.

Banyak pelajaran yang bisa dibawa pulang dari perjalanan kali ini. Semoga kelak kita akan semakin menghargai pahlawan kita sendiri.

Berikutnya saya mengagendakan perjalanan ke rumah Tan Malaka di Payakumbuh Sumatera Barat. Insya Allah nanti saya akan menceritakan perjalanan itu.


NB : Lagu Bung Hatta oleh Iwan Fals dapat didengar disini

Tidak ada komentar: